Sastra Anak

SASTRA ANAK
A.           Pengertian Sastra Anak
Sastra anak-anak merupakan karya yang dari segi bahas memiliki nilai estetis dan dari segi isi mengandung nilai-nilai yang dapat memperkaya pengalaman ruhani bagi kalangan anak-anak. Pramuki (2000) mengungkapkan bahwa sastra anak-anak adalah karya sastra (prosa, puisi, drama) yang isinya mengenai anak-anak; sesuai kehidupan, kesenangan, sifat- sifat, dan perkembangan anak-anak. Sedang manurut Solchan dkk (1994:225) membagi pengertian sastra anak-anak atas dua bagian, yakni sebagai berikut.
Pertama sastra anak-anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang usianya remaja atau dewasa yang isi dan bahasanya mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak. Kedua, sastra anak anak adalah sastra yang ditulis oleh pengarang yang usianya masih tergolong anak-anak yang isi dan bahasanya mencerminkan corak kehidupan dan kepribadian anak.
Sastra anak-anak adalah suatu karya sastra yang bahasa dan isinya sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik ditulis oleh pengarang yang sudah dewasa, remaja atau oleh anak-anak itu sendiri. Karya sastra yang dimaksud bukan hanya yang berbentuk puisi dan prosa, melainkan juga bentuk drama.
B.            Jenis dan Contoh Karya Sastra Anak
Sastra anak-anak (kompas, 2005) membagi sastra anak-anak ke dalam beberapa jenis, yakni: fiksi, nonfiksi, puisi, sastra tradisonal, dan komik. Pembagian tersebut sejalan dengan Framuki (2000) bahwa sastra anak-anak yang bersifat imajinatif dapat dibagi atas tiga macam yakni puisi, prosa, dan drama. Berdasarkan pendapat tersebut sastra anak-anak dapat dibagi atas tiga macam sebagai berikut
1.             Puisi
Puisi merupakan karya sastra yang berbentuk untaian bait demi bait yang relatif memperhatikan irama dan rima sehingga sungguh indah dan efektif didendangkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan bentuk karya sastra lainnya.
Menurut para ahli, puisi adalah :
a.    Sudjiman (dalam Nadeak:1985:7) menyatakan bawa “puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Pengertian tersebut relatif sejalan.
b.    Ralph Waldo Emmerson bahwa “puisi adalah mengajarkan sebanyak-banyaknya dengan kata-kata yang sesedikit-dikitnya”.
c.    Mattew Arnold yang melihat dari segi keindahan pendendangannya bahwa bahwa “puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah, impresif dan paling efektif mendendangkan sesuatu” (dalam Situmorang: 1981:9).
Waluyo (1987) mengklasifikasi puisi berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang hendak disampaikan , terbagi atas: puisi naratif, puisi lirik, dan puisi deskriptif, yakni :
a.    Puisi naratif
Puisi naratif adalah puisi isinya berupa cerita. Penyair menyampaikan gagasanya dalam bentuk puisi dengan cara naratif yang di dalamnya tergambar ada pelaku yang berkisah.
b.    Puisi lirk
Puisi lirik adalah puisi yang mengungkapkan gagasan pribadinya dengan cara tidak bercerita. Puisi lirik dapat berupa pengungkapan pujaan terhadap seseorang.
c.    Puisi deskriptif
Puisi deskriptif adalah puisi penyair yang mengungkapkan gagasannya dengan cara melukis-kan sesuatu untuk mengungkapkan kesan, peristiwa, pengalaman menarik yang pernah dialaminya.
2.             Prosa
Prosa adalah bentuk karangan sastra dengan bahasa biasa, bukan puisi, terdiri atas kalimat-kalimat yang jelas pula runtutan pemikirannya, biasanya ditulis satu kalimat setelah yang lain, dalam kelompok-kelompok yang merupakan alinea-alinea.
Pengertian prosa yang dikemukakan oleh Surana di atas saling melengkapi dengan pengertian prosa fiksi atau narasi yang digambarkan oleh Aminuddin (2004:66) sebagai berikut:
Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi
pengarangnya sehingga menjalin suatu ceita.
Prosa fiksi anak-anak adalah karya sastra yang tidak dibuat atas rangkaian bait demi bait tetapi dibuat atas rangkaian paragraf demi paragraf dengan merangkaikan unsur unsur seperti tempat, waktu, suasana, kejadian, alur peristiwa, pelaku berdasarkan tema cerita tertentu yang diperoleh secara imajinatif.
Cullinan (1989) menyebutkan beberapa jenis prosa fiksi, antara lain:
a.    Prosa fiksi sains
Prosa fiksi sains adalah cerita fiksi yang disusun dengan menekanan pada isi yang ingin disampaikan. Isi yang disampaikan berupa ilmu pengetahuan (sains) atau bersifat faktual.
b.    Prosa fiksi realistik
Prosa fiksi realistik adalah cerita yang disusun dengan tujuan menyampaikan sesuatu yang mengandung nilai-nilai kehidupan yang logis, baik berkaitan dengan etika, moral, relegius, dan nilai-nilai lainnya.
c.    Prosa fiksi imajinatif (folkrole)
Prosa fiksi imajinatif adalah cerita yang di dalamnya menyajikan rangkaian perstiwa yang pelaku-pelakunya hanya ada dunia dalam dunia imajinasi pengarang; tidak ada dalam kehidupan sehari-hari.
3.             Drama
Drama merupakan salah satu karya sastra yang dipakai sebagai medium pengungkapan gagasan atau perasaan melalui serangkain dialog antarpelaku dan adegan, yang tujuan utamanya bukan untuk dibacakan secara estetis melainkan untuk dipertunjukkan.
Menurut para ahli, drama adalah
a.    Surana (1984) memberikan jawaban bahwa “drama adalah karangan prosa atau puisi berupa dialog dan keterangan laku untuk dipertunjukkan di atas pentas.”
b.    Hermawan (1988:2) bahwa “drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton.”


C.            Ciri-ciri Puisi Anak-anak
Ciri-ciri yang perlu diperhatikan dalam memilih puisi di SD,
1.             Rusyana (Dalam Nadeak, 1985:62) adalah: (a) isi sajak harus merupakan pengalaman dari dunia anak sesuai umur dan taraf perkembangan jiwa anak, (b) sajak itu memiliki daya tarik terhadap anak, (c) sajak itu harus memiliki keindahan lahiriah bahasa, misalnya irama yang hidup, tekanan kata yang nyata, permainan bunyi, dan lain-lain, (d) perbendaharaan kata yang sesuai dengan dunia anak.
2.             Sutawijaya, dkk (1992) pusi yang diberikan kepada anak sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra puisi di SD hendaknya memiliki ciri sebagai berikut:
a.       Ciri keterbacaan
Ø Bahasa yang digunakan dapat dipahami anak, artinya kosa kata yang digunakan dikenal oleh anak, susunan kalimatnya sederhana sehingga dapat dipahami oleh anak.
Ø Pesan yang dikandung puisi dapat dibaca dan dipahami anak karena tidak bersifat diapan (tersembunyi) melainkan bersifat transparan atau eksplisit.
b.      Ciri kesesuaian
Ø  Kesesuaian dengan kelompok usia anak, pada usia anak Sekolah Dasar menyukai puisi yang membicarakan kehidupan sehari-hari, petualangan, kehidupan keluarga yang nyata.
Ø  Kesesuaian dengan lingkungan sekitar tempat anak berada. Artinya, anak yang berada di lingkungan sekitar pantai akan bersemangat jika puisi yang diberikan untuk dipelajari adalah puisi yang berbicara tentang pantai.
D.           Ciri-ciri Cerita Anak-anak
Cerita yang diberikan kepada anak sebagai bahan ajar di SD hendaknya cerita memiliki ciri-ciri:
1.             Bahasa yang sederhana.
2.             Pilihan kata yang dapat dipahami.
3.             Sesuai dengan kegemaran dan perkembangan usia anak.
4.             Lingkungan yang relevan dengan dunia anak misalnya pada musim panen dipilih cerita yang berkaitan dengan kehidupan petani.
Hasyim (1981) mengemukakan bahwa cerita yang diberikan kepada anak sebagai bahan belajar di Sekolah Dasar hendaknya memiliki ciri sebagai berikut.
a.         Bahasa yang digunakan haruslah sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa anak.
b.        Isi ceritanya haruslah sesuai dengan tingkat umur dan perhatian anak. Pada tahap pertama (kelas 1-3 SD) , bacaan untuk anak laki-laki dan wanita dapat disamakan. Untuk selanjutnya ( kelas 4-6 SD) secara berangsur-angsur akan kelihatan bahwa anak laki-laki lebih menyenangi cerita petualangan, olahraga, dan teknik, sedangkan anak wanita lebih menyenangi cerita yang bersifat kekeluargaan dan sosial.
c.         Hendaknya jangan diberikan cerita yang bersendikan politik tetapi mengutamakan pendidikan moral dan pembentukan watak.
Hasyim sejalan dengan Pramuki (2000) bahwa hendaknya cerita yang diberikan kepada anak adalah cerita yang sesuai dengan tingkat perkembangan usia anak-anak, yakni: usia 6-9 tahun lebih menyenangi cerita yang bertema kehidupan sehari-hari sampai termasuk dongeng hewan dan cerita lucu, usia 9-12 tahun menyukai cerita yang bertema tentang kehidupan keluarga yang dilukiskan secara realistis, cerita fantastis, dan cerita petualangan.
Ciri-ciri yang lebih spesifik dikemukakan oleh Cullinan (1987) bahwa bahan cerita yang diberikan kepada anak SD hendaknya memiliki ciri-ciri:
a.     Latar cerita dikenal oleh anak, yakni cerita yang dipelajari berlatarkan lingkungan yang mereka temui dalam permainan sehari-hari.
b.      Alurnya bersifat tunggal dan maju karena mudah dipahami anak, bukan plot majemuk dan beralur maju-mundur atau sorot balik.
c.      Pelaku utama cerita adalah dari kalangan anak-anak dengan jumlah sekitar 3-4 orang dan karakter pelaku dilukiskan secara konkret sehingga mudah dipahami oleh anak dan sesuai perkembangan moral anak.
d.     Tema cerita sederhana dan sesuia tingkat perkembangan individua-sosial anak seperti kejujuran, patuh pada orangtua, benci pada kebohongan dan sebagainya, amanat atau pesan cerita dapat membantu siswa memahami dan menyadari perbedaan sikap yang baik dan tidak baik serta nilai-nilai positif yang dapat membentuk kepribadian dirinya.
e.       Bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh anak; kosa katanya dipahami dan struktur kalimatnya sederhana.
E.            Ciri Drama Anak-anak
Drama anak-anak tidak jauh beda dengan cerita anak-anak, baik dari segi bahasanya, tema, pesannya. Yang berbeda adalah dari segi dialog yang sederhana dan jumlah adegan yang tidak terlalu panjang dan berbelit.











DAFTAR PUSTAKA :

unit_7-apresiasi-sastra-anak.pdf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUNYI VOKAL, KONSONAN, DIFTONG dan KLUSTER

Permainan Tradisional Domikado